Fachrurridzal
Universitas Gunadarma
Ahmad Nasher
2.1 Definisi Work Sampling
Work Sampling adalah
suatu teknik untuk mengadakan sejumlah besar pengamatan terhadap aktifitas
kinerja dari mesin, proses atau pekerja/operator (Sritomo Wignjosoebroto,
2003). Perbedaan metode Jam Henti dengan Sampling Pekerjaan adalah pada cara
Sampling Pekerjaan pengamat tidak terus menerus berada ditempat pekerjaan
melainkan mengamati hanya pada sesaat-sesaat pada waktu-waktu tertentu yang
ditentukan secara acak. Perbedaan yang lainnya dapat dilihat pada tabel 2.1
Perbedaan stopwatch dengan work sampling.
Tabel 2.1 Perbedaan Stopwatch dengan Work
Sampling
Stopwatch
|
Work Sampling
|
Pekerjaan
rutin dan monoton
|
Pekerjaan
bervariasi dan tidak rutin
|
Umumnya
mengamati 1 orang
|
Dapat
mengamati beberapa orang
|
Perhitungan
berdasarkan waktu
|
Berdasarkan
proporsi
|
Siklus
pekerjaan pendek & jelas
|
Siklus
tidak jelas
|
Pengamatan
kontinu
|
Pengamatan
diskrit
|
2.2 Prosedur Pelaksanaan Work Sampling
Metode Sampling kerja sangat cocok untuk digunakan
dalam melakukan pengamatan atas pekerjaan yang sifatnya tidak berulang dan
memiliki siklus waktu yang relatif panjang. Prosedur penggunaannya cukup
sederhana, yaitu melakukan pengamatan aktivitas kerja untuk selang waktu yang
diambil secara acak terhadap satu atau lebih mesin atau operator dan kemudian
mencatatnya apakah mesin atau operator tersebut dalam keadaan bekerja atau
menganggur (idle).
2.3 Kegunaan Sampling Pekerjaan
Sampling
pekerjaan memiliki banyak kegunaan dalam dunia industri industri khususnya.
Kegunaan-kegunaan dari Sampling Pekerjaan adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui distribusi pemakaian waktu sepanjang waktu
kerja oleh pekerja atau kelompok kerja.
2. Mengetahui tingkat pemanfaatan mesin-mesin atau
alat-alat pabrik.
3. Menentukan waktu baku bagi pekerja-pekerja tidak
langsung.
4. Memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.
2.4 Pemakaian Peta kontrol Dalam Sampling Kerja
Peta kontrol atau control chart yang
secara umum telah banyak digunakan dalam Statistical Quality Control dapat
pula dipergunakan dalam sampling kerja. Dengan menggunakan peta kontrol ini
maka kita secara jelas akan dapat melihat dengan segera kondisi-kondisi kerja
yang secara tidak wajar, misalnya kondisi disaat baru saja terjadi kecelakaan
pada lokasi yang berdekatan, hal ini secara psikologis dapat mempengaruhi
aktivitas, kerja dari operator yang sedang diamati. Data yang diperoleh dalam
kondisi ini dianggap tidak wajar dan seharusnya tidak perlu dimasukkan dalam
proses analisa nantinya.
2.5 Menghitung Waktu Baku
Hal
yang terakhir dilakukan adalah menghitung waktu baku. Waktu normal adalah waktu
penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondsi wajar dan
kemampuan rata-rata. Waktu baku adalah waktu penyelesaian yang dibutuhkan
secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaannya yang
dikerjakan dalam sistem kerja terbaik pada saat itu. Waktu baku memiliki
manfaat dalam dunia indutri khususnya. Manfaat dari waktu baku adalah sebagai
berikut:
1. Man Power Planning
2. Estimasi biaya-biaya untuk upah kerja
3. Penjadwalan produksi dan penganggaran
4. Indikasi keluaran untuk mampu dihasilkan oleh pekerja
5. Perencanaan sistem pemberian bonus dan intsestif bagi
pekerja yang berprestasi
Dalam
menentukan waktu baku diperlukan beberapa perhitungan. Perhitungan tersebut
antara lain:
1. Presentase produktif
2. Jumlah menit produktif
3. Waktu yang diperlukan
4. Waktu normal
5. Waktu baku
2.6 Aplikasi Sampling Kerja Untuk Penetapan
Waktu Tunggu (Delay Allowance)
Apabila metode sampling kerja digunakan untuk
menetapkan waktu longgar (allowance) maka satu
hal penting yang harus ditetapkan terlebih dahulu adalah membakukan metode
kerja kerja yang digunakan (standardized method).
Hal ini perlu dilakukan seperti halnya pada aktivitas stop-watch time study. Studi dengan metode sampling
kerja pada dasarnya adalah mengamati fakta yang sebenarnya ada diatas area
kerja. Segagai bagian dari aktivitas pengukuran kerja, maka metode sampling
kerja juga harus dikaitkan dengan proses penyaderhanaan kerja (work simplification) dengan mengetahiu waktu-waktu
menganggur baik yang dialami oleh mesin, peralatan produksi, maupun pekerjaan
maka tujuan utama dari aktivitas ini adalah berusaha menekan
aktivitas-aktivitas yang diklasifikasikan sebagai “non-productive”
sampai prosentase yang terkecil. Hal ini bisa dilaksanakan dengan cara
memperbaiki metode kerja, alokasi pembebanan mesin atau manusia secara tepat,
dan lain-lain.
Untuk
keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri
dari setiap kelas seperti yang dikemukakan berikut ini:
SUPER SKILL :
1.
Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya.
2.
Bekerja dengan sempurna
3.
Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik
4.
Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti.
5.
Kadang-kadang terkesan tidak berbeda dengan gerakan – gerakan mesin.
6.
Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau
terlihat karena lancarnya.
7.
Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berpikir dan merencanakan dan merencanakan
tentang apa yang dikerjakan (sudah sangat otomatis)
8.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerjaan bersangkutan adalah pekerjaan yang
baik.
EXELLENT SKILL :
1.
Percaya pada diri sendiri
2.
Tampak cocok dengan pekerjaannya.
3.
Terlihat telah terlatih baik.
4.
Bekerjanya teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran–pengukuran atau
pemeriksaan-pemeriksaan.
5.
Gerakan-gerakan kerja beserta urutan-urutannya dijalankan tanpa kesalahan.
6.
Menggunakan peralatan dengan baik.
7.
Bekerjanya cepat tanpa mengorbankan mutu.
8.
Bekerjanya cepat tetapi halus.
9.
Bekerja berirama dan terkoordinasi.
GOOD SKILL :
1.
Kwalitas hasil baik.
2.
Bekerjanya tampak lebih baik dari pada kebanyakan pekerjaan pada umumnya.
3.
Dapat memberikann petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang keterampilannya
lebih rendah.
4.
Tampak jelas sebagai kerja yang cakap .
5.
Tidak memerlukan banyak pengawasan.
6.
Tiada keragu-raguan
7.
Bekerjanya “stabil”
8.
Gerakannya-gerakannya terkoordinasi dengan baik.
9.
Gerakan-gerakannya cepat.
AVERAGE SKILL :
1.
Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
2.
Gerakannya cepat tetapi tidak lambat.
3.
Terlihatnya ada pekerjaan-pekerjaan yang perencana.
4.
Tampak sebagai pekerja yang cakap.
5.
Gerakan-gerakannya cukup menunjukan tidak adanya keragu-raguan.
6.
Mengkoordinasikan tangan dan pikiran dengan cukup baik.
7.
Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya.
8.
Bekerjanya cukup teliti.
9.
Secara keseluruhan cukup memuaskan.
FAIR SKILL :
1.
Tampak terlatih tetapi belum cukup baik.
2.
Mengenal peralatan dan lingkuan secukupnya.
3.
Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan.
4.
Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup.
5.
Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan
dipekerjaan itu sejak lama.
6.
Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak selalu tidak
yakin.
7.
Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri.
8.
Jika tidak bekerja sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah
9.
Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakanya.
POOR SKILL :
1.
Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran.
2.
Gerakan-gerakannya kaku.
3.
Kelihatan ketidak yakinannya pada urutan-urutan gerakan.
4.
Seperti yang tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan.
5.
Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya.
6.
Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja.
7.
Sering melakukan kesalahan-kesalahan
8.
Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri.
9.
Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
2.7 Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk
kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatique, dan
hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal
yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan yang selam pengukuran tidak
diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan
setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan.
1.
Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi.
Hal yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti
minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, kekamar kecil, bercakap-cakap
dengan teman sekerja sekedar menghilangkan ketegangan ataupun kejenuhan dalam
bekerja. Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak,
tidak bisa misalnya, seseorang diharuskan terus bekerja dengan rasa dahaga,
atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap – cakap sepanjang jam –
jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja (karena merupakan
tuntutan psikologi dan fisiologi yang wajar) tetapi juga merugikan perusahaan
karena dengan kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik
bahkan hampeir dapat dipastikan produktivitasnya menurun.
2. Kelonggaran untuk Menghilangkan
rasa Fatique
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya
hasil produksi baik jumlah maupun kuaalitas. Kerenanya salah satu cara untuk
menentukan besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan
sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat dimana hasil produksi menurun.
Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat-saat mana
menurunnya hasil produksi yang disebabkan oleh timbulnya rasa fatique karena masih banyak kemungkinan lain yang
dapat menyebabkannya.
Jika rasa fatique telah datang dan
pekerja harus bekerja untuk meghasilkan performance normalnya,
maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan
menambah rasa fatique. Apabila hal ini
berlangsung terus dan pada akhirnya akan terjadi fatique total yaitu jika
anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerak kerja sama
sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi karena
berdasarkan pengalamannya pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian
rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan
rasa fatique ini.
3.
Kelonggaran untuk hambatan-hambatan yang tidak terhindarkan.
Dalam melaksanakan pekerjaanya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai
“hambatan” ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang
berlebihan dan mengaggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat
dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi
hamabtan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya sedangkan
bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan
tetap ada dan karenayan harus diperhitungkan dalam waktu baku.
Beberapa
contoh yang termasuk kedalam hambatan ang tidak terhindarkan adalah:
1. Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
2. Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
3. Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti
mengganti alat
potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya.
1. Memasang peralatan potong.
2. Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus
dari gudang.
3. Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat
ataupun bahan.
4. Mesin mati karena aliran listrik.
Besarnya hambatan untuk kejadian-kejadian seperti itu sangat bervariasi dari
suatu pekerjaan lain bahkan suatu stasiun kerja kestasiun kerja lain karena
banyaknya penyebab seperti, mesin, kondisi mesin, prosedur kerja, ketelitian
suplai alat dan bahan dan sebaginya. Salah satu cara yang baik yang biasanya
digunakan untuk menentukan besarnya kelonggaran bagi hambatan yang tidak
terhindarkan adalah dengan melakukan sampling pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
Sutalaksana, Iftikar Z., dkk. 2006. Teknik Perancangan Sistem Kerja .Institut
Teknologi
Bandung: Bandung.
Wignjosoebroto, Sritomo.1992. Teknik Tata Cara dan Pengukuran Kerja. PT.
Guna
Widya : Surabaya.
https://sutrisnoadityo.wordpress.com/2013/10/10/work-sampling-sampling-pekerjaan/
Komentar
Posting Komentar