Fachrurridzal
Universitas Gunadarma
Ahmad Nasher
Perbandingan
Otonomi Daerah, Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi
A. Pendahuluan
Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde
Baru, Bung Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama Bung
Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi tapi Bung Karno tak berkutik karena
menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso
(sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta). Karena
pertanyaan anda spektrumnya sangat luas, saya akan membatasi pada masalah
pemanfaatan kekayaan alam. Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat
jelas Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk
menambang minyak bumi
Pada masa Orde Baru konsepnya bertolak belakang dengan Bung Karno, Beberapa
gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai jenis
monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai. Semua
serba tertutup dan tidak transparan. Jangan dilupakan pula bahwa ekonomi RI
ambruk parah ditandai Rupiah terjun bebas ke Rp 16.000 per dollar terjadi masih
pada masa Orde Baru.
Masa Reformasi adalah masa cuci piring. Pesta sudah usai. Krisis ekonomi
parah sudah terjadi. Utang Luar Negeri tetap harus dibayar. Budaya korupsi yang
sudah menggurita sulit dihilangkan, meski pada masa Presiden SBY pemberantasan
korupsi mulai kelihatan wujudnya. Rakyat menikmati demokrasi dan kebebasan
Media masa menjadi terbuka. Yang memimpikan kembalinya rezim
totaliter mungkin hanyalah sekelompok orang yang dulu amat menikmati previlege
dan romantisme kenikmatan duniawi di zaman Orba.Sekarang kita mewarisi hutan
yang sudah rusak parah; industri kayu yang sudah terbentuk dimana-mana akibat
dari berbagai HPH menjadi muara dari illegal logging. Orang-orang
berteriak zaman reformasi sulit, tapi nyatanya hampir tiap rumah di Indonesia
sekarang punya sepeda motor. Hal yang mustahil pada masa Orba. Jadi
kesimpulannya Orde Reformasi adalah fase terbaik dari bangsa Indonesia. Kita
sedang berproses menjadi negara yang besar dan kuat.
B.
Pembahasan
Materi
Politik reformasi Indonesia
Semenjak kemunculannya pertama kali kira-kira 5 abad
sebelum tarikh Masehi dalam masa Yunani Antik di Kota Athena, demokrasi sudah
menimbulkan banyak keraguan. Bukan saja para aristokrat yang merasa terancam
kedudukannva oleh adanya sistem yang memungkinkan pemerintahan oleh rakyat,
tetapi juga para filosof populis seperti Sokrates bahkan cenderung menolaknva.
Menurut filosof ini, demokrasi harus dicegah karena sistem ini memberi
kemungkinan bahwa suatu negara akan diperintah oleh orang-orang yang kurang
bertanggung jawab, yang kebetulan mendapat banyak suara yang mendukungnya.
Sokrates tentulah memahami dengan baik bahwa rakyat tidak selalu memberi
dukungan kepada orang-orang yang dianggap paling mampu, tetapi lebih kepada
orang-orang yang mereka sukai. Celakanya, orang-orang yang disukai dan dipilih
oleh rakyat, bukanlah selalu orang-orang yang kompeten untuk membela nasib
mereka. Lebih dari 2000 tahun setelah itu, kecemasan Sokrates terbukti tidak
seluruhnya meleset, bahkan juga di Indonesia. Kita di Indonesia saat ini
mengalami secara sangat serius dilema di antara konstituensi dan kompetensi
dalam demokrasi. Yaitu apakah mereka yang mengatur kehidupan negara dan
masyarakat adalah orang-orang yang didukung oleh konstituensi yang luas,
ataukah mereka yang memiliki kemampuan bekerja yang bail:, dengan dukungan
integritas yang dapat diandalkan.
Berbagai percobaan telah dilakukan dalam politik Indonesia semenjak
kemerdekaannya untuk mendapatkan suatu kombinasi ideal atau modus rivendi dari
tiga komponen kualifikasi yang diharap dapat mendorong dan mengembangkan
kehidupan demokrasi yang sehat.
Ketiga komponen kualifikasi tersebut adalah:
a) kemampuan dan keahlian dalam bekerja, yang kita
namakan saja kompetensi
b) jumlah orang-orang memilih seseorang untuk mewakili
mereka, yang kita namakan konstituensi
c) kesadaran seorang politikus tentang nilainilai dan
norma-norma yang tidak boleh dilanggar karena kalau dilanggar maka dia akan
berkhianat terhadap prinsip-prinsip perjuangan politiknya sendiri.
Kompetensi tanpa konstituensi telah melahirkan
teknokrasi, yakni seseorang menduduki jabatan politik semata-mata karena
keahliannya, tanpa perlu mendapat dukungan dan orang-orang yang bersedia
memilihnya. Hal ini kita alami pada masa-masa awal Orde Baru, yang menjadikan
pemulihan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sebagai prioritas nomor satu, dan
karena itu memberikan prioritas politik kepada ahli-ahli ekonomi dalam
jabatan-jabatan politik. Mafia Berkelg adalah sebutan pada masa Orde Baru untuk
rezim teknokratis dan kabinet adalah penamaan untuk teknokrasi dalam masa
pemerintahan Soekarno. Teknokrasi ini masih bisa diterima kalau para ahli yang
menjadi politisi tersebut memperlihatkan integritas yang meyakinkan.
A. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu
pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagai
landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia. Politik yang pada
masa pemerintahan Orde Lama dijadikan panglima, digantikan dengan ekonomi
sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa atas dasar partai secara perlahan
digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis.
Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan Orde Baru,
terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya oleh kontrol
dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat.
Dalam kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik
dan otoritas administrasi inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak,
berwenang dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974 ini juga meletakkan dasar-dasar sistem
hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam tiga prinsip:
a. Desentralisasi, penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah
atau daerah tingkat atasnya kepada daerah menjadi urusan rumah tangganya;
b. Dekonsentrasi, pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala
wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di
daerah; dan
c. Tugas pembantuan, tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan
pemerintahan yang ditugaskan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah oleh
pemerintah daerah atau pemerintah daerah tingkat atasnya dengan kewajiban
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Berkaitan dengan susunan, fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal 27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang
dimiliki oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat seperti :
a) Hak anggaran,
b) mengajukan pertanyaan bagi masing-masing Anggota,
c) meminta keterangan,
d) mengadakan perubahan,
e) mengajukan pernyataan pendapat, prakarsa, dan
penyelidikan, dan kewajiban seperti :
mempertahankan, mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945
· menjunjung tinggi dan melaksanakan secara konsekuen
Garis-garis Besar Haluan Negara, Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat serta mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku
· bersama-sama Kepala Daerah menyusun Anggaran
Pendapatan dan Belanja daerah dan peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan
Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah atau untuk
melaksanakan peraturan perundang - undangan yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah
· memperhatikan aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan
rakyat dengan berpegang pada program pembangunan Pemerintah.
B. Masa Reformasi
Gerakan Pemuda Ansor pada masa reformasi menghadapi tantangan yang sangat
berat, berada di tengah situasi eksternal organisasi yang berkembang dengan
dinamika dan dialektika yang sangat rumit sehingga tidak mudah untuk diikuti.
Di satu pihak, geopolitik dunia sedang mengalami pergeseran signifikan setelah
terjadi serangan terorisme terhadap Pentagon dan Menara Kembar di Amerika
Serikat. Gerakan International memberantas terorisme, telah merubah peta
politik dan ekonomi internasional yang kurang menguntungkan bagi umat Islam,
karena kampanye anti terorisme tersebut oleh sebagian pihak telah dimanfaatkan
sebagai sentimen anti Islam. Gerakan Keagamaan Islam di seluruh dunia, tak
terkecuali di Indonesia menghadapi trauma. Jika kurang berhati-hati tentu akan
terkena stigma teroris yang sedang menjadi musuh dunia. Gerakan Pemuda Ansor
tak luput dari stigma tersebut, meskipun kita senantiasa mengembangkan paham
Islam Ahlussunnah wal jamaah yang mengedepankan prinsip toleransi,
keseimbangan, jalan tengah dan prinsip keadilan. Salah satu ensiklopedi yang
terbit di Perancis bahkan nyata-nyata menyebut bahwa Banser adalah organisasi
teroris. Dipihak lain, dari dalam negeri kita sendiri Gerakan Pemuda
Ansor menghadapi masalah yang tidak kalah rumitnya. Krisis multi-dimensi terus
terjadi dan mengakibatkan berbagai kerawanan dan ancaman. Begitu tidak pastinya
situasi di dalam negeri, sampai-sampai kepengurusan Ansor periode 2000-2005
telah mengalami 3 kali pergantian kepemimpinan nasional, yakni sejak Presiden
BJ. Habibie, Presiden KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri
dan Presiden ini Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono. Situasi transisional yang
dihadapi bangsa ini telah menimbulkan berbagai masalah serius dalam berbagai
bidang kehidupan. Dalam kehidupan sosial politik, telah terjadi konflik
horisontal antar sesama kelompok masyarakat, terjadi antagonisme regional
sebagai dampak dari penerapan sistem otonomi daerah, terjadi gejolak
disintegrasi untuk memisahkan diri dari pangkuan NKRI dan terjadi berbagai kasus
anarkhisme dan pemaksaan kehendak yang mencedarai proses transisi menuju
demokrasi. Dalam wilayah politik praktis efek penyebaran ini terlihat dari
terekrutnya kader Ansor di hampir semua partai besar hasil Pemilu 2004.
Penyebaran kader Ansor juga dapat diartikan sebagai tingginya kepercayaan
masyarakat terhadap organisasi kepemudaan NU ini yang senantiasa konsisten
menjaga jarak dengan semua kekuatan politik yang ada. Berbagai perkembangan
positif ini tidak membuat GP Ansor terlena. Sebaliknya, ini memacu Ansor untuk
meningkatkan potensi diri dan mengembangkan kiprah pengabdiannya di masyarakat.
Di sinilah kita semua menyadari bahwa peningkatan kualitas sumberdaya manusia
kader Ansor masih banyak yang perlu ditingkatkan. Para kader yang lebih banyak
berbasis di daerah, memiliki kelemahan dalam hal kualitas sumberdaya manusia
dan kelemahan dalam hal penguasaan sumberdaya ekonomi.
Kualitas sumberdaya manusia di tingkat Pimpinan Cabang, Wilayah dan Pusat
memang menunjukan gejala peningkatan. Bahkan tidak sedikit jajaran pengurus
yang menempuh jenjang pendidikan Pasca Sarjana. Mereka tentu membawa berbagai
kemajuan baik ditingkat pengayaan wacana maupun pelaksanaan program kerja,
meskipun potensi yang cukup baik tersebut belum dapat dimanfaatkan secara
optimal oleh Ansor.
Sementara untuk mengimbangi masa transisi demokrasi yang berjalan cepat
selama masa 5 tahun terakhir, Gerakan Pemuda Ansor melalui aksi-aksi nyata dan
pengayaan wacana berusaha turut menjaga agar perubahan itu dapat berjalan
dinamis dan konstruktif. Ansor senantiasa berada dalam posisi menjaga
keseimbangan diantara berbagai keeseimbangan diantara berbagai kesikap
berimbang sulit ditemukan kejernihan dan kearifan dalam menyikapi perubahan,
sehingga bukan tidak mungkin wahana-wahana kebebasan yang diberkan oleh zaman
berubah menjadi lahan anarkhirme yang merusak tatanan hukum dan tatanan
kemasyarakatan kita.
Atas dasar kearifan dan kejernihan sikap Ansor, dan tentu saja komponen
masyarakat yang lain, akhirnya kita bersyukur bahwa kita semua dapat melewati
masa-masa sulit tersebut dengan tanpa pernah mengorbankan harga diri dan
komitmen-komitmen dasar organisasi.
Persamaan Dan
Perbedaan Kebijakan Ekonomi Pada Masa Orde Lama, Orde Baru Dan Reformasi.
PERSAMAAN
1. Sama-Sama masih terdapat ketimpangan ekonomi,
kemiskinan, dan ketidakadilan setelah indonesia merdeka, ketimpangan ekonomi
tidak separah ketika zaman penjajahan namun tetap saja ada terjadi ketimpangan
ekonomi, kemiskinan, dan ketidakadilan. sehingga dapat dikatakan bahwa kaum
kaya memperoleh manfaat terbesar dari pertumbuhan ekonomi yang dikatakan cukup
tinggi, namun pada kenyataanya tidak merata terhadap masyarakat.
2. Adanya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
3. Orde Lama; Walaupun kecil, korupsi sudah
ada.
4. Orde Baru; Hampir semua jajaran pemerintah koruptor
(KKN).
5. Reformasi; Walaupun sudah dibongkar dan
dipublikasi di mana-mana dari media massa,media elektronik,dll tetap saja
membantah melakukan korupsi.
6. Kebijakan Pemerintah Sejak pemerintahan orde lama
hingga orde reformasi kini, kewenangan menjalankan anggaran negara tetap ada
pada Presiden (masing-masing melahirkan individu atau pemimpin yang sangat kuat
dalam setiap periode pemerintahan sehingga menjadikan mereka
seperti manusia setengah dewa).
http://damianusdanielding.blogspot.co.id/
Komentar
Posting Komentar