Langsung ke konten utama

Peringkat Kerja Operator

Fachrurridzal
Universitas Gunadarma
Ahmad Nasher

Definisi Pengukuran
Pengukuran adalah membandingkan besaran yang digunakan dengan besaran standar. Sesuai dengan namanya, pengukuran waktu ini menggunakan jam henti atau stopwatch sebagai alat utamanya. Cara ini sering digunakan karena merupakan cara yang paling banyak dikenal, alasan lainnya yang menyebabkan metode ini sering digunakan adalah kesederhanaan aturan-aturan pengukuran yang dipakai (Sutalaksana, 2006).
Teknik pengukuran waktu dibagi menjadi pengukuran secara langsung dan pengukuran secara tidak langsung. Pengukuran secara langsung dilakukan di tempat di mana pekerjaan yang bersangkutan dijalankan, termasuk di dalamnya cara jam berhenti dan sampling pekerjaan. Untuk pengukuran waktu secara tidak langsung, perhitungan waktu dilakukan tanpa harus berada di tempat pekerjaan. Bisa dilakukan dengan membaca tabel-tabel yang menggambarkan elemen-elemen gerakan, termasuk di dalamnya data waktu baku dan data waktu gerakan (Sutalaksana, 2006).
Pengukuran waktu kerja dilakukan terhadap beberapa alternatif sistem kerja, yang terbaik diantaranya di lihat dari segi waktu, dicari dari sistem kerja yang membutuhkan waktu penyelesaian tersingkat. Pengukuran waktu ditujukan juga untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik (Sutalaksana, 2006).
Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
            Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung jawabkan maka tidak cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti, apalagi jam biasa. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dll. Berikut langkah-langkahnya: (elearning.janabadra.ac.id).
Penetapan Tujuan Pengukuran. Dalam pengukuran waktu, hal-hal yang penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah peruntukan penggunaan hasil pengukuran, tingkat ketelitian, dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
Melakukan Penelitian Pendahuluan. Tujuan yang ingin dicapai dari pengukuran waktu adalah memperoleh waktu yang pantas untuk diberikan kepada pekerja dalam melakukan suatu pekerjaan. Tentu suatu sistem kerja dengan kondisi yang telah ada selama ini termasuk di antara yang dapat dicarikan waktu yang pantas tersebut. Artinya akan didapat juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan, namun dengan kondisi yang bersangkutan itu.
Memilih Operator. Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang yang begitu saja diambil dari tempat kerja. Orang ini harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan dengan baik dan dapat diandalkan hasilnya.
Melatih Operator. Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang pelatihan masih diperlukan bagi operator tersebut terutama jika kondisi dan cara kerja yang dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator. Hal ini terjadi jika yang akan diukur adalah sistem kerja baru sehingga operator tidak berpengalaman menjalankannya.
Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerja. Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang diukur waktunya. Waktu siklusnya adalah jumlah waktu dari waktu setiap elemen ini. Waktu siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produk sejak mulai bahan baku mulai diproses di tempat kerja yang bersangkutan.
Menyiapkan Perlengkapan Pengukuran. Setelah kelima langkah di atas dijalankan dengan baik, tibalah sekarang pada langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran, yaitu menyiapkan perlengkapan yang diperlukan, hal-hal tersebut adalah:
a. Jam Henti
Yaitu mempunyai sebuah jarum penunjuk, bila tombol A ditekan jarum akan berputar dan berhenti jika tombol B ditekan. Tombol C berfungsi untuk mengembalikan jarum ke skala nol.
b. Lembaran-Lembaran Pengamatan
Lembaran-Lembaran Pengamatan digunakan untuk mencatat hasil-hasil pengukuran. Agar catatan ini baik biasanya lembaran-lembaran itu disediakan sebelum pengukuran dengan kolom dan baris yang memudahkan pencatatan dan pembacaan kembali.
c. Pena dan Pensil
Disiapkan untuk mencatat segala yang diperlukan pada lembaran-lembaran pengamatan.
d. Papan Pengamatan
Dipakai sebagai alas lembaran pengamatan sehingga memudahkan pencatatan. Contoh bentuk papan yang baik, yaitu bersifat ergonomic.
Melakukan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan. Bila operator telah siap di depan mesin atau tempat kerja lain yang waktu kerjanya akan diukur. Pengukur memilih posisi untuk tempat operator berdiri mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sehingga operator tidak terganggu gerakan-gerakannya atau merasa canggung karena merasa terlampau diamati (Sutalaksana, 2006).
Hal yang pertama dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan hal ini adalah agar nantinya mendapatkan perkiraan statistical dari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa buah pengukuran yang banyak ditentukan oleh pengukur, biasanya 16 kali atau lebih. Setelah pengukuran tahap pertama ini dijalankan, selanjutnya dijalankan tahap-tahap kegiatan menguji keseragaman data dan menghitung jumlah pengukuran yang harus dilakukan. Bila jumlah pengukuran yang dilakukan belum mencukupi, dilanjutkan dengan pengukuran tambahan, yaitu mengukur lagi untuk ‘mengejar’ jumlah minimum yang diperlukan. Untuk kecermatan, setelah pengukuran memenuhi syarat kecukupan data seperti yang telah dihitung, dilakukan lagi uji keseragaman data dan perhitungan kecukupan data. Bila kali ini data yang ada terhitung cukup, barulah pengukuran dihentikan (Sutalaksana, 2006).
Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan
Pada pengukuran-pengukuran ini adalah waktu sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Pengukuran yang ideal tentunya dilakukan pengukuran-pengukuran yang sangat banyak, karena demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga, dan tentunya biaya. Namun, sebaliknya jika dilakukan hanya beberapa kali pengukuran saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar. Dengan demikan yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga, dan biaya yang besar tetapi hasilnya dapat dipercaya. Jadi walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja (Sutalaksana, 2006).
Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali, pengukur akan kehilangan sebagian kepastian akan ketetapan/rata-rata waktu penyelesaian yang sebenarnya, hal ini harus disadari oleh pengukur. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen atau dari waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari. Tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi, inipun dinyatakan dalam persen (Sutalaksana, 2006).
Melakukan Perhitungan Waktu Baku
Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki, dan jumlah telah memenuhi tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku. Cara untuk mendapatkan waktu baku dari data terkumpul itu adalah sebagai berikut: (Sutalaksana, 2006).
a. Hitung waktu siklus, yang tidak lain adalah waktu penyelesaian rata-rata selama pengukuran.
https://fariedpradhana.files.wordpress.com/2012/04/pko.jpg?w=627
b. Hitung waktu normal.
Wn = Ws × p
c. Hitung waktu baku
Wb = Wn + (Wn × ℓ)
Keterangan : Ws     = waktu siklus
 ∑Xi    = jumlah nilai data
N         = jumlah data
Wn      = waktu normal
p          = penyesuaian
Wb      = waktu baku
ℓ          = kelonggaran
Tujuan Melakukan Penyesuaian
Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, sangat cepat seolah-olah karena diburu waktu, atau alasan menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk. Sebab-sebab itu dapat mempengaruhi kecepatan kerja yang berakibat terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Jadi, tujuan dari penyesuaian adalah untuk menentukan harga rata-rata waktu dan harus menormalkannya dengan melakukan penyesuaian (Sutalaksana, 2006).
Penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata atau waktu elemen rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Bila operator bekerja di atas normal atau terlalu cepat, maka harga p nya akan lebih besar dari 1, bila dipandang di bawah normal maka harga p nya akan lebih kecil dari harga 1, dan bila operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan 1. Menurut konsep yang dikemukakan oleh Lawry Maynard dan Stegemarten melalui cara penyesuaian westinghouse bahwa ada empat faktor yang menyebabkan kewajaran atau tidak dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi (Sutalaksana, 2006).
Cara Menentukan Faktor Penyesuaian
Cara pertama yaitu cara persentasi, dimana faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh pengukur melalui pengamatannya selama melekukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran pengamat menentukan harga p yang menurutnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikan dengan waktu siklus. Cara ini merupakan cara yang paling sederhana maka segera pula terlihat terdapat kekurangan ketelitian sebagai akibat dari kasarnya cara penelitian. Maka dikembangkan cara lain yang lebih objektif seperti cara shumard di mana memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas performance kerja di mana setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Kelas-kelas tersebut seperti menurut kelas superfast+,  fast,  fast-, excellent dan seterusnya. Berbeda dengan cara shumard, cara westinghouse mengarahkan penilaian pada empat faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau tidak dalam bekerja seperti keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi (Sutalaksana, 2006).
Cara terakhir yaitu objektif, dengan memperhatikan dua faktor kecepatan kerja dan tingkat kesulitan pekerjaan yang dipandang secara bersama dapat menentukan berapa harga p untuk mendapatkan waktu normal. Disini pengukur melakukan penilaian keseluruhan yaitu menilai semua faktor yang dianggap berpengaruh sekaligus (Sutalaksana, 2006).
Fungsi Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat terhindarkan. Ketiga hal ini merupakan hal-hal secara nyata dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak teramati, diukur, dicatat ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan (Sutalaksana, 2006).
Kelonggaran untuk Kebutuhan Pribadi
Termasuk ke dalam kelonggaran kebutuhan pribadi disini adalah, hal-hal seperti minum sekedarnya, ke kamar kecil, bercakap-cakap dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan kejenuhan dalam bekerja. Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya, karena setiap pekerjaan mempunyai karakteristik sendiri-sendiri dengan ‘tuntutan’ yang berbeda-beda. Penelitian yang khusus perlu dilakukan untuk menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan ataupun secara fisiologis. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran ini bagi pekerja pria berbeda dari pekerja wanita misalnya untuk pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi kerja normal pria memerlukan 2-2,5 dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu normal) (elearning.janabadra.ac.id).
Kelonggaran untuk Menghilangkan Rasa Fatigue
Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Karenanya salah satu cara untuk menentukan kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat saat-saat di mana hasil produksi menurun. Tetapi masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan pada saat-saat di mana menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatigue karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannnya (Sutalaksana, 2006).
Jika rasa fatigue telah datang dan pekerja harus bekerja untuk menghasilkan performance normalnya, maka usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal dan ini akan menambah rasa fatigue. Bila hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatigue total yaitu, jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sangat dikehendaki. Hal ini jarang terjadi karena berdasarkan pengalaman pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa, sehingga lambatnya gerakan-gerakan kerja ditunjukkan untuk menghilangkan rasa fatigue ini (Sutalaksana, 2006).
Kelonggaran untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari berbagai ‘hambatan’. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur dengan sengaja ada pula hambatan yang tidak dapat dihindarkan karena berada di luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan lain selain menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah: (Sutalaksana, 2006).
- Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
- Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
- Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat potong yang patah.
- Mengasah peralatan potong.
- Mengambil alat-alat atau bahan-bahan khusus dari gudang.

https://fariedpradhana.wordpress.com/2012/04/25/peringkat-kinerja-operator-performance-rating/


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah PT. Unilever Indonesia

TUGAS MATA KULIAH PENGETAHUAN LINGKUNGAN Disusun oleh : Nama Anggota / NPM   : 1. Fachrurridzal                                  / 32416435   2. Michael Kristian                            / 34416398                                          3. Muhammad Ari Syahla                 / 34416724                                          4. Rizki Agung                                  / 36416553 Kelas                               : 3ID09 Dosen                             : Pak Adi Pramudyo JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA BEKASI 2019 PT. Unilever Indonesia 1.          Sejarah Singkat Perusahaan             Pada tahun 1890-an, William Hesketh Lever, pendiri Lever Brothers, menuliskan gagasannya untuk Sunlight Soap, produk baru revolusionernya yang membantu mempopulerkan kebersihan dan kesehatan di Inggris pada zaman Victoria. Menurutnya itu adalah “untuk menjadikan kebersihan sebagai hal yan

Cara Membuat Nasi Goreng

Fachrurridzal Universitas Gunadarma Ahmad Nasher Nasi goreng memang merupakan salah satu alternatif atau pilihan tercepat yang bisa dilakukan oleh seorang ibu rumah tangga ketika terburu-buru hendak memasak apa untuk keluarganya. Tidak hanya bagi ibu rumah tangga, makanan murah dan cepat dihidangkan ini juga bisa merupakan pilihan gampang bagi anak kos atau bagi Anda yang tidak punya cukup uang dan ingin memasak sendiri. Menu andalan masyarakat Indonesia kala sarapan memang tidak membutuhkan keahlian khusus atau waktu yang lama untuk memasak. Tidak hanya saat sarapan, nasi goreng juga bisa disajikan saat makan malam. Seperti yang telah kita ketahui, banyak sekali pedagang kaki lima yang menjual nasi goreng pada malam hari. Nasi goreng pun banyak variasinya, begitu pula dengan cara membuat bumbu nasi gorengnya. Variasi yang Anda temui saat ini dikarenakan bahan yang digunakan tergantung pada masyarakat setempat. Di Indonesia sendiri variasi umum nasi goreng ada nasi goreng

Perbandingan Otonomi Daerah, Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi

Fachrurridzal Universitas Gunadarma Ahmad Nasher Perbandingan Otonomi Daerah, Orde Lama, Orde Baru dan Era Reformasi A.   Pendahuluan Orde Lama adalah istilah yang diciptakan oleh Orde Baru, Bung Karno sangat keberatan masa kepemimpinannya dinamai Orde Lama Bung Karno lebih suka dengan nama Orde Revolusi tapi Bung Karno tak berkutik karena menjadi tahanan rumah (oleh pemerintahan militer Orde Baru) di Wisma Yaso (sekarang jadi Museum TNI Satria Mandala Jl. Gatot Subroto Jakarta). Karena pertanyaan anda spektrumnya sangat luas, saya akan membatasi pada masalah pemanfaatan kekayaan alam. Konsep Bung Karno tentang kekayaan alam sangat jelas  Bangsa Indonesia belum mampu atau belum punya iptek untuk menambang minyak bumi Pada masa Orde Baru konsepnya bertolak belakang dengan Bung Karno, Beberapa gelintir orang mendapat rente ekonomi yang luar biasa dari berbagai jenis monopoli impor komoditi bahan pokok, termasuk beras, terigu, kedelai. Semua serba tertutup dan tidak transpa